Senin, 05 November 2012

Kebencanaan (disaster)


UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Menurut keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penaganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, yang dimaksud bencana adalah :
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Bencana alam menurut Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung (2009 : 2) adalah “gejala ekstrim alam dimana masyarakat tidak siap mengahadapinya. Jelas ada dua hal yang berinteraksi yakni gejala alam, masyarakat, atau sekumpulan manusia yang berinteraksi dengan gejala alam”.
Sementara Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam formulasi “The serious disruption of the functioning of society, causing widespread human, material or environmental losses, which exceed the ability of the affected communities to cope using their own resources” (Kafle & Murshed, 2006).

Sedangkan Menurut Pendapat ahli lain bencana merupakan kerusakan yang serius dari fungsi masyarakat yang menyebabkan hilangnya nyawa, materi, aset ekonomi, dan lingkungan yang mengurangi kemampuan komunitas atau masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki (United Nation, 2007; Arambepola, 2005; Carter, 1992)
Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004)
Suatu kejadian dikatakan sebagai suatu bencana apabila kerusakan yang ditimbulkan menyebabkan perubahan yang permanen terhadap kehidupan sosial, ekosistem, dan lingkungan masyarakat, serta melumpuhkan ekonomi baik pada skala rumah tangga (ketika ternak, rumah, lahan pertanian, dan sumber-sumber aktivitas rumah tangga lainnya rusak) maupun pada skala nasional (ketika jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas lainnya rusak) (Quarantelli, 1998 dalam Eshghi dan Larson, 2008, Wisner dkk, 2004.
Bencana terdiri dari berbagai bentuk. UU No. 24 tahun 2007 mengelompokan bencana ke dalam tiga kategori yaitu:
·         Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
·         Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
·         Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
“Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster)” (UNDP, 2006 : 4). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana adalah sebagai berikut.
·         Bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi dan penurunan kualitas lingkungan.
·         Kerentanan yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota atau kawasan yang berisiko bencana.
·         Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Sedangkan Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention Commission (DPPC) mengelompokkan bencana berdasarkan jenis hazard, yang terdiri dari:
·         Natural hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau sedikit memiliki kendali. Manusia dapat meminimalisir dampak hazard dengan mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah, prasyarat bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari beragam bentuk seperti dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Natural Hazard
·         Human made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Hazard ini mencakup:
a.       Technological hazard sebagai akibat kecelakaan industrial, prosedur yang berbahaya, dan kegagalan infrastruktur. Bentuk dari hazard ini adalah polusi air dan udara, paparan radioaktif, ledakan, dan sebagainya.
b.      Environmental degradation yang terjadi karena tindakan dan aktivitas manusia sehingga merusak sumber daya lingkungan dan keragaman hayati dan berakibat lebih jauh terganggunya ekosistem.
·         Conflict adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada kelompok yang lain sehingga menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada komunitas yang lebih luas.
Pendekatan lain adalah lingkaran manajemen bencana (disaster management cycle) yang terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency response (tanggap bencana) ataupun disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dapat berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang menyebut istilah disaster reduction, sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster preparedness (Makki, 2006).
UU No. 24 tahun 2007 telah menetapkan bahwa pemerintah (pusat) memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan pennggulangan bencana. Tanggung jawab tersebut mencakup:
·         pengurangan risiko bencana (PRB) dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;
·         perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
·         penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;
·         pemulihan kondisi dari dampak bencana;
·         pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;
·         pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan
·         pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
·         Sementara tanggung jawab Pemerintah Daerah dirumuskan sebagai berikut:
·         penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum;
·         perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
·         pengurangan risiko bencana (PRB) dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; dan
·         pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai.
Pada tataran operasional, UU No. 24 tahun 2007 telah mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 8 tahun 2008. Di dalam Peraturan Presiden tersebut dinyatakan BNPB memiliki tugas sebagai berikut:
·         memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
·         menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;
·         menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
·         melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
·         menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan / bantuan nasional dan internasional;
·         mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
·         melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
·         menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Selain ketiga pihak yang telah disebutkan di atas yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BNPB, UU No. 24 tahun 2007 juga mengenali peran serta pihak lain, yaitu lembaga usaha dan lembaga internasional. Pasal 28 UU No. 24 tahun 2007 merumuskan peran lembaga usaha dengan “Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.” Lebih jauh lagi diatur bahwa lembaga usaha yang terlibat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana perlu “menyesuaikan kegiatan dengan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana”, “menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas…”, “mengindahkan prinsip kemanusiaan”. Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam penanggulangan bencana dijamin melalui Pasal 30 ayat (1) UU No. 24 tahun 2007. Tata cara berperan dalam penangulangan bencana telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar