Jumat, 09 November 2012

TEORI LOKASI BIAYA MINIMUM WEBER



Alfred weber seorang ahli ekonomi jerman menulis buku berjudul uberden standort der industrien pada tahun 1909. Weber menganalisis lokasi kegiatan industry. Weber mendasarkan teori nya bahwa pemilihan lokasi industry didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industry tergantung pada totoal biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum.
Beliau mengembangkan konsep tiga arah yang dikenal dengan teori segitiga lokasi (locational triangle) seperti gambar berikut, yang kemudian dirumuskan secara matematis dengan sebuah persamaan.
 T(k) = q [ ( k1 a1 n1 ) + (k2 a2 n2 ) + m k3 ]
di mana :
T(k) = biaya angkut minimum
M = sumber bahan baku
C = pasar
K = lokasi optimal industri
q = output (hasil produksi)
k = jarak dari sumber bahan baku dan pasar
a = koefisien input
n = biaya angkut bahan baku
m = biaya angkut hasil produksi

Prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location) yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya minimum,tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimumyang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Prinsip tersebut didasarkan pada enam asumsi bersifat prakondisi, yaitu :
1. Wilayah bersifat homogen dalam hal topografi, iklim dan penduduknya (keadaan penduduk yang dimaksud menyangkut jumlah dan kualitas SDM)
2  Ketersediaan sumber daya bahan mentah.
3.Upah tenaga kerja.
4.  Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik (biaya sangat ditentukan oleh bobot bahan mentah dan lokasi bahan mentah)
5 Persaingan antar kegiatan industri.
6. Manusia berpikir secara rasional.

Weber bertitik tolak pada asumsi bahwa:
1. Unit telahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogeny, konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah persaingan sempurna.
2. Beberapa sumber daya alam seperti air, pasir dan batu tersedia dimana-mana dalam jumlah yang memadai.
3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara sporadic dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas.
4. Tenaga kerja tidak ubiquitous (tidak menyebar secara merata) tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas.
Menurut weber dari ketiga asumsi diatas ada tiga factor yang mempengaruhi lokasi industry yaitu biaya transfortasi, biaya upah tenaga kerja, dan kekuatan agglomerasi atau deagglomerasi. Weber memberi contoh 3 arah sebagai berikut. Konsep ini dinyatakan sebagai segitiga lokasi atau locational triangle seperti
Untuk menunjukan lokasi optimum tersebut lebih dekat kelokasi bahan baku atau pasar, weber merumuskan indeks material (IM) sebagai berikut.
IM = bobot bahan baku local/ Bobot produk akhir
Apabila IM >1 , perusahanan akan berlokasi dekat ke bahan baku dan apabila IM < 1 perusahan akan berlokasi dekat pasar.
Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi akan bertambah secara proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi hasil produksi (output).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar