singalang mountain

Senin, 05 November 2012

Global Atmosphere Watch di indonesia


SEJARAH TERBENTUKNA GAW
Cikal bakal terbentuknya GAW dimulai pada tahun 1950an ketika WMO membuat suatu program monitoring senyawa-senyawa kimia renik di atmosfer, dan juga melakukan penelitian polusi udara dari sudut pandang meteorologi. Pada tahun 1957, didirikanlah Global Ozone Observing System (GO3OS), yang bertanggung jawab dalam monitoring ozon. Tahun 1968, PBB mengadakan konferensi internasional yang membahas masalah lingkungan yang disebabkan oleh industrialisasi. Pada waktu yang hampir bersamaan, WMO membuat badan riset lingkungan lain, yaitu Background Air Pollution Monitoring Network.
Dalam konferensi yang dilaksanakan di Stockholm tahun 1972, PBB membahas beberapa masalah lingkungan, di antaranya:
  • Ancaman senyawa klorofluorokarbon (CFC) di atmosfer;
  • Asidifikasi danau dan hutan di Amerika Utara dan Eropa karena hujan asam;
  • Pemanasan global yang diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca.
Oleh karena itu, PBB melalui salah satu badannya, WMO, mengusahakan untuk dibentuknya suatu program yang dapat menangani masalah-masalah di atas. Akhirnya, pada tahun 1989, program GAW yang merupakan kombinasi antara GO3OS dan Background Air Pollution Network diluncurkan. GAW terdiri dari jaringan stasiun pengamatan di seluruh dunia dengan fasilitas pendukung yang dapat menyediakan data-data atmosferik, dan juga sebagai sistem peringatan dini terhadap perubahan komposisi kimia dan fisika di atmosfer yang dapat menjadi permasalahan lingkungan. Permasalahan itu meliputi kondisi lapisan ozon, konsentrasi gas rumah kaca, presipitasi kimia, dan ancaman hujan asam.

Lebih dari 80 negara yang ikut berpartisipasi dalam program GAW, baik untuk pengamatan berskala global, regional, atau pendukung. Untuk skala global, hingga saat ini terdapat 28titik yang menjadi tolok ukur dalam pengamatan kondisi atmosferik bumi. Titik-titik itu mewakili pengamatan atmosfer dari berbagai variasi iklim dan kondisi tropografis yang ada di bumi. Ke-28 titik tersebut antara lain Point Barrow, American Samoa, South Pole, Mauna Loa, dan Trinidad Head (Amerika Serikat), Alert (Kanada), Arembepe (Brazil), Ushuaia (Argentina), Ny Ålesund (Norwegia), Pallas-Sodankylä (Finlandia), Neumayer dan Zugspitze/Schneefernerhaus-Hohenpeiβenberg (Jerman), Jungfraujoch (Swiss), Mace Head (Irlandia), Izaña (Spanyol), Assekrem-Tammanrasset (Aljazair), Mount Kenya (Kenya), Cape Verde (Republik Cape Verde), Cape Point (Republik Afrika Selatan), Amsterdam Island (Prancis), Mount Waliguan (Cina), Bukit Kototabang (Indonesia), Danum Valley (Malaysia), Minamitorishima (Jepang), Cape Grim (Australia), Launder (Selandia Baru), Pyramid (Nepal), dan Monte Cimone (Italia).



            1. GAW DI INDONESIA
Pelaksanaan program GAW di Indonesia dilakukan oleh Stasiun Pemantau Atmosfer Global yang berada di Bukit Kototabang, provinsi Sumatera Barat. Stasiun ini merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di bawah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang spesifik melakukan pengamatan kondisi kimia dan fisika atmosferik, serta parameter kualitas udara. Stasiun ini menjadi satu-satunya stasiun referensi udara bersih di Indonesia.
            2. ALASAN PEMILIHAN BUKITKOTOTABANG.
Pemilihan Bukit Kototabang sebagai titik pengamatan atmosfer global didasarkan oleh fakta letak geografis dan astronomisnya. Dari semua titik pengamatan, hanya Mount Kenya dan Bukit Kototabang yang merepresentasikan wilayah yang hampir tepat berada di lintang 0° (garis khatulistiwa). Namun berbeda dengan Kenya yang merupakan daerah gurun, Bukit Kototabang mewakili daerah yang memiliki hutan hujan tropis dengan tingkat kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Selain itu, letak geografis Bukit Kototabang yang dekat Samudera Hindia menjadi kajian yang menarik dari sudut pandang meteorologi.

B . TUJUAN  GLOBAL ATMOSFER WATCH ( GAW )
Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang (Global Atmosphere Watch) terletak di pulau Sumatera, Indonesia (0° 12′ 07″ LS – 100° 19′ 05″ BT). Stasiun ini berjarak 17 km arah Utara kota Bukittinggi  dan lebih kurang 120 km Utara kota Padang yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat. Stasiun yang berada di area terpencil ini terletak di daerah ekuatorial pada ketinggian 864,5 m di atas permukaan laut dan 40 km dari garis pantai bagian Barat. Arah angin berasal dari Selatan-Tenggara (Desember sampai Mei) atau Utara-Barat Laut (Mei sampai Oktober). Temperatur bervariasi dari 16 sampai 25°C dengan variasi yang sangat kecil dan kelembaban relatif biasanya lebih dari 80%. Fasilitas yang tersedia meliputi bangunan yang cukup luas yang menyediakan ruang kantor, ruang rapat, dan laboratorium. Di area atap seluas 300 m2, inlet udara dan beberapa peralatan radiasi dan meteorologi dipasang. Stasiun ini dapat dicapai dari jalan kecil yang tertutup untuk publik dan berjarak beberapa kilometer dari sebelah Barat jalan utama antara kota Padang dan Medan. Vegetasi yang mengelilingi area (30 km) sebagian besar berupa hutan tropis.
Stasiun ini merupakan bagian dari sistem monitoring dan riset yang dikoordinasi oleh World Meteorological Organization (WMO). Secara resmi mulai beroperasi sejak tanggal 7 Desember 1996 sebagai salah satu unit kerja dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang merupakan salah satu stasiun di daerah ekuatorial yang penting dalam program pengamatan atmosfer secara global karena secara umum pengukuran kondisi atmosfer dan kualitas udara di daerah ini sangat terbatas.
Ada tiga program pengamatan yang dilakukan di Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang, yaitu :
  1. Pengamatan Gas Rumah Kaca
  2. Pengamatan Kualitas Udara
  3. Parameter Fisis Atmosfer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar