UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan
bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis”.
Menurut keputusan Sekretaris Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penaganan Pengungsi Nomor 2 Tahun 2001
tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, yang
dimaksud bencana adalah :
Peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau oleh keduanya yang mengakibatkan
korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Bencana alam menurut Majelis Guru
Besar Institut Teknologi Bandung (2009 : 2) adalah “gejala ekstrim alam dimana
masyarakat tidak siap mengahadapinya. Jelas ada dua hal yang berinteraksi yakni
gejala alam, masyarakat, atau sekumpulan manusia yang berinteraksi dengan
gejala alam”.
Sementara Asian Disaster
Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam formulasi “The serious
disruption of the functioning of society, causing widespread human, material or
environmental losses, which exceed the ability of the affected communities to
cope using their own resources” (Kafle & Murshed, 2006).
Sedangkan Menurut Pendapat ahli lain
bencana merupakan kerusakan yang serius dari fungsi masyarakat yang menyebabkan
hilangnya nyawa, materi, aset ekonomi, dan lingkungan yang mengurangi kemampuan
komunitas atau masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki (United
Nation, 2007; Arambepola, 2005; Carter, 1992)
Suatu gangguan
serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan
manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui
kemampuan masyarakat
yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka
sendiri. (ISDR, 2004)
Suatu kejadian dikatakan sebagai
suatu bencana apabila kerusakan yang ditimbulkan menyebabkan perubahan yang
permanen terhadap kehidupan sosial, ekosistem, dan lingkungan masyarakat, serta
melumpuhkan ekonomi baik pada skala rumah tangga (ketika ternak, rumah, lahan
pertanian, dan sumber-sumber aktivitas rumah tangga lainnya rusak) maupun pada
skala nasional (ketika jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas lainnya
rusak) (Quarantelli, 1998 dalam Eshghi dan Larson, 2008, Wisner dkk, 2004.
Bencana terdiri dari berbagai
bentuk. UU No. 24 tahun 2007 mengelompokan bencana ke dalam tiga kategori
yaitu:
·
Bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
·
Bencana
non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
·
Bencana
sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
“Bencana dapat disebabkan oleh
kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster)”
(UNDP, 2006 : 4). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana adalah sebagai
berikut.
·
Bahaya
alam dan bahaya karena ulah manusia dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi,
bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi dan penurunan
kualitas lingkungan.
·
Kerentanan
yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota
atau kawasan yang berisiko bencana.
·
Kapasitas
yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Sedangkan Ethiopian Disaster
Preparedness and Prevention Commission (DPPC) mengelompokkan bencana
berdasarkan jenis hazard, yang terdiri dari:
·
Natural
hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau sedikit
memiliki kendali. Manusia dapat meminimalisir dampak hazard dengan
mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah, prasyarat
bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari beragam bentuk seperti
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Natural Hazard
·
Human
made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang
mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Hazard ini mencakup:
a. Technological hazard sebagai akibat
kecelakaan industrial, prosedur yang berbahaya, dan kegagalan infrastruktur.
Bentuk dari hazard ini adalah polusi air dan udara, paparan radioaktif,
ledakan, dan sebagainya.
b. Environmental degradation yang
terjadi karena tindakan dan aktivitas manusia sehingga merusak sumber daya
lingkungan dan keragaman hayati dan berakibat lebih jauh terganggunya
ekosistem.
·
Conflict
adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada kelompok yang lain sehingga
menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada komunitas yang lebih luas.
Pendekatan lain adalah lingkaran
manajemen bencana (disaster management cycle) yang terdiri dari dua kegiatan
besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah
setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan setelah terjadinya bencana
dapat berupa disaster response/emergency response (tanggap bencana) ataupun
disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dapat
berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster
mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang menyebut istilah disaster
reduction, sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster preparedness
(Makki, 2006).
UU No. 24 tahun 2007 telah
menetapkan bahwa pemerintah (pusat) memiliki tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pennggulangan bencana. Tanggung jawab tersebut mencakup:
·
pengurangan
risiko bencana (PRB) dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program
pembangunan;
·
perlindungan
masyarakat dari dampak bencana;
·
penjaminan
pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan
sesuai dengan standar pelayanan minimum;
·
pemulihan
kondisi dari dampak bencana;
·
pengalokasian
anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang memadai;
·
pengalokasian
anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan
·
pemeliharaan
arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
·
Sementara
tanggung jawab Pemerintah Daerah dirumuskan sebagai berikut:
·
penjaminan
pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan
standar pelayanan minimum;
·
perlindungan
masyarakat dari dampak bencana;
·
pengurangan
risiko bencana (PRB) dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;
dan
·
pengalokasian
dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
memadai.
Pada tataran operasional, UU No. 24
tahun 2007 telah mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 8 tahun 2008. Di dalam Peraturan Presiden tersebut dinyatakan
BNPB memiliki tugas sebagai berikut:
·
memberikan
pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup
pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi
secara adil dan setara;
·
menetapkan
standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
·
menyampaikan
informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
·
melaporkan
penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali
dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
·
menggunakan
dan mempertanggungjawabkan sumbangan / bantuan nasional dan internasional;
·
mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
·
melaksanakan
kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
·
menyusun
pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Selain ketiga pihak yang telah
disebutkan di atas yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BNPB, UU No.
24 tahun 2007 juga mengenali peran serta pihak lain, yaitu lembaga usaha dan
lembaga internasional. Pasal 28 UU No. 24 tahun 2007 merumuskan peran lembaga
usaha dengan “Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan
pihak lain.” Lebih jauh lagi diatur bahwa lembaga usaha yang terlibat dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana perlu “menyesuaikan kegiatan dengan
kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana”, “menyampaikan laporan kepada
pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas…”, “mengindahkan prinsip
kemanusiaan”. Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non
pemerintah dalam penanggulangan bencana dijamin melalui Pasal 30 ayat (1) UU
No. 24 tahun 2007. Tata cara berperan dalam penangulangan bencana telah diatur
melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar